Kumpulan Makalah

Ilmu Itu Murah Maka Amalkanlah

Kamis, 10 Maret 2011

Ulumul Hadits

KATA PENGANTAR
Bismillahir rohmanir rohim
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah Swt. Atas limpahan rahmat, taufiq dan hidayah serta inayahnya, makalah ini dapat terselesaikan.Semoga rahmat serta salam tetap tercurahkan kepada baginda Kita Nabi besar Muhammad SAW. Yang telah membawa kita dari zaman kebodohan menuju zaman Ilmu pengetahuan, serta membimbing manusia menjadi lebih baik atas tuntunan Syariat islam. Karya ini dapat kami selesaikan tidak lepas dari dukungan dan bantuan, baik moril maupun spiritual dari pihak yang terkait. Oleh karena itu kami ucapkan terima kasih kepada: Bpk. H. Abdurrahim yunus, DEA selaku dosen pengajar mata kuliah Ulumul Hadits, Ibu Bapak kami yang senantiasa mendo’akan dan merestui kami, teman-teman seperjuangan serta pihak-pihak yang terkait yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu semoga Amalnya diterima Allah SWT.
Kami menyadarinya bahwa makalah ini jauh dari sempurna untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca dan pendengar yang sifatnya membangun untuk kebaikan makalah kami selanjunya.
Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Sangatta, 2 Maret 2011


Penulis                                                              BAB I
PENDAHULUAN
Kalangan Ulama ada yang membedakan pengertian sunnah dan hadits dan ada pula yang menyamakanya. Ulama hadits pada umumnya menyamakan pengertian kedua istilah itu. Dalam uraian ini, istilah sunnah di samakan pengertianya dengan istilah hadits sebagaimana dinyatakan ulama hadits pada umumnya, yakni segala sabda, perbuatan, taqrir, dan sifat rasulullah Saw.
Pada zaman Nabi umat islam sepakat bahwa sunnah merupakan salah satu sumber ajaran islam di samping Al- Qur’an. Belum atau tidak ada bukti sejarah yang menjelaskan bahwa pada zaman Nabi ada dari kalangan umat islam yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Bahkan pada masa Al Khulfa’ al- Rosyidun dan Bani Umayyah, belum terlihat secara jelas adanya kalangan umat Islam yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Barulah awal dari masa Abbasiyah, muncul secara jelas kelompok kecil umat Islam yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Mereka itu kemudian dikenal sebagai orang-orang berpaham Inkar al-sunnah (dibaca: inkarrussunnah) atau munkir al-sunnah (dibaca: munkirus-sunnah). Hal itu dapat dipahami dari uraian as-syafi’i dalam kitabnya al-Umm. Mereka itu oleh as-safi’I dibagi menjadi tiga golongan, yakni: (1) golongan yang menolak seluruh sunnah, (2) golongan yang menolak sunnah, kecuali bila sunnah itu memiliki kesamaan dengan petunjuk Al- Qur’an, (3) golongan yang menolak sunnah yang bersetatus ahad. Golongan yang disebut terakhir hanya menerima sunnah yang bersetatus mutawatir.
Sesudah zaman al-Syafi’i sampai saat ini, baik secara terselubung maupun secara terang-terangan, mereka yang berpaham inkar al-sunnah, baik yang mereka inkari itu seluruh sunnah maupun sebagian saja, muncul di berbagai tempat, misalnya di Mesir, (antara lain dokter taufiq sidqy)’ di Malaysia ( kassim Ahmad, mantan ketua Partai Sosialis Rakyat Malaysia); dan di Indonesia (antara lain Muhammad Ircham Sutarto).
Dalam pada itu, Ulama yang membela sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam, mulai zaman nabi sampai saat ini, tetap besar jumlahnya. Dalam upaya melestarikan sunnah, mereka telah melakukan penelitian yang mendalam, menyusun berbagai kitab, membuat berbagai istilah, kaidah, metode, dan disiplin ilmu. Kesungguhan usaha mereka telah membuahkan berbagai karya yang monumental yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Uraian yang disajikan ini berisi sekitar paham inkar al-sunnah dengan menelaah sejumlah Pengertian inkar al-sunnah, sejarah inkar al-sunnah, inkar sunnah pada preode klasik, inkar sunnah pada preode modern, argument-argumen para pengingkar sunnah, dan lemahnya argumen para pengingkar sunnah.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Inkar al-Sunnah
Ingkar sunnah terdiri dari dua kata yaitu Ingkar dan Sunnah. Ingkar, Menurut bahasa, artinya “menolak atau mengingkari”, berasal darikata kerja, ankara-yunkiru. Sedangkan Sunnah, menurut bahasa mempunyai beberapa arti diantaranya adalah, “jalan yang dijalani, terpuji atau tidak,” suatu tradisi yang sudah dibiasakan dinamai sunnah, meskipun tidak baik. Secara definitif Ingkar al-Sunnah dapat diartikan sebagai suatu nama atau aliran atau suatu paham keagamaan dalam masyarakat Islam yang menolak atau mengingkari Sunnah untuk dijadikan sebagai sumber dasar syari’at Islam.
Secara bahasa pengertian hadits dan sunnah sendiri terjadi perbedaan dikalangan para ulama, ada yang menyamakan keduanya dan ada yang membedakan. Pengertian keduanya akan disamakan seperti pendapat para muhaditsin, yaitu suatu perkataan, perbuatan, takrir dan sifat Rauslullah saw. Sementara Nurcholis Majid berpendapat bahwa yang terjadi dalam sejarah Islam hanyalah pengingkaran terhadap hadits Nabi saw, bukan pengingkaran terhadap sunnahnya. Norcholis Majid membedakan pengertian hadits dengan Sunnah. Sunnah menurut beliau adalah pemahaman terhadap pesan atau wahyu Allah dan teladan yang diberikan Rasulullah dalam pelaksanaannya yang membentuk tradisi atau sunnah. Sedangkan hadits merupakan peraturan tentang apa yang disabdakan Nabi saw. atau yang dilakukan dalam praktek atau tindakan orang lain yang di diamkan beliau (yang diartikan sebagai pembenaran).
Kata “Ingkar Sunnah” dimaksudkan untuk menunjukkan gerakan atau paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadits atau sunnah sebagai sumber kedua hukum Islam.
Menurut Imam Syafi’I, Sunnah Nabi saw ada tiga macam:
1.  Sunnah Rasul yang menjelaskan seperti apa yang di nash-kan oleh al-Qur’an.
2. Sunnah Rasul yang menjelaskan makna yang dikehendaki oleh al-Qur’an. Tentang kategori kedua ini tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama.
3.  Sunnah Rasul yang berdiri sendiri yang tidak ada kaitannya dengan al-Qur’an.

B.     Sejarah Inkar al-sunnah
1.      Inkar Sunnah Pada Masa Preode Klasik
Pertanda munculnya “Ingkar Sunnah” sudah ada sejak masa sahabat, ketika Imran bin Hushain (w. 52 H) sedang mengajarkan hadits, seseorang menyela untuk tidak perlu mengajarkannya, tetapi cukup dengan mengerjakan al-Qur’an saja. Menanggapi pernyataan tersebut Imran menjelaskan bahwa “kita tidak bisa membicarakan ibadah (shalat dan zakat misalnya) dengan segala syarat-syaratnya kecuali dengan petunjuk Rasulullah saw. Mendengar penjelasan tersebut, orang itu menyadari kekeliruannya dan berterima kasih kepada Imran.
Sikap penampikan atau pengingkaran terhadap sunnah Rasul saw yang dilengkapi dengan argumen pengukuhan baru muncul pada penghujung abad ke-2 Hijriyah pada awal masa Abbasiyah.
Di Indonesia, pada dasawarsa tujuh puluhan muncul isu adanya sekelompok muslim yang berpandangan tidak percaya terhadap Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dan tidak menggunakannya sebagai sumber atau dasar agama Islam. Pada akhir tujuh puluhan, kelompok tersebut tampil secara terang-terangan menyebarkan pahamnya dengan nama, misalnya, Jama’ah al-Islamiah al-Huda, dan Jama’ah al-Qur’an dan Ingkar Sunnah, sama-sama hanya menggunakan al-Qur’an sebagai petunjuk dalam melaksanakan agama Islam, baik dalam masalah akidah maupun hal-hal lainnya. Mereka menolak dan mengingkari sunnah sebagai landasan agama. Imam Syafi’i membagi mereka kedalam tiga kelompok, yaitu :
  1. Golongan yang menolak seluruh Sunnah Nabi SAW.
  2. Golongan yang menolak Sunnah, kecuali bila sunnah memiliki kesamaan dengan petunjuk al-Qur’an.
  3. Mereka yang menolak Sunnah yang berstatus Ahad dan hanya menerima Sunnah yang berstatus Mutawatir
Dilihat dari penolakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok pertama dan kedua pada hakekatnya memiliki kesamaan pandangan bahwa mereka tidak menjadikan Sunnah sebagai hujjah. Para ahli hadits menyebut kelompok ini sebagai kelompok Inkar Sunnah.
2.      Inkar Sunnah Pada Preode Modern
Tokoh- tokoh kelompok Ingkar Sunnah Modern (akhir abad ke-19 dan ke-20) yang terkenal adalah Taufik Sidqi (w. 1920) dari Mesir, Ghulam Ahmad Parvez dari India, Rasyad Khalifah kelahiran Mesir yang menetap di Amerika Serikat, dan Kasasim Ahmad mantan ketua partai Sosialis Rakyat Malaysia. Mereka adalah tokoh-tokoh yang tergolong pengingkar Sunnah secara keseluruhan. Argumen yang mereka keluarkan pada dasarnya tidak berbeda dengan kelompok ingkar sunnah pada periode klasik.
Tokoh-tokoh “ Ingkar Sunnah “ yang tercatat di Indonesia antara lain adalah Lukman Sa’ad (Dirut PT. Galia Indonesia) Dadang Setio Groho (karyawan Inilever), Safran Batu Bara (guru SMP Yayasan Wakaf Muslim Tanah Tinggi) dan Dalimi Lubis (karyawan kantor Departemen Agama Padang Panjang).
Sebagaimana kelompok ingkar sunnah klasik yang menggunakan argumen baik dalil naqli maupun aqli untuk menguatkan pendapat mmereka, begitu juga kelompok ingkar sunnah Indonesia. Diantara ayat-ayat yang dijadikan sebagai rujukan adalah surat an-Nisa’ ayat 87 :
            ﻮَﻤﻦ ﺍﺼﺪﻖ ﻤﻦ ﺍﷲ ﺤﺪﻴﺜﺎ
Menurut mereka arti ayat tersebut adalah “Siapakah yang benar haditsnya dari pada Allah”.
Kemudian surat al-Jatsiayh ayat 6:
ﻓﺒﺄﻱ ﺤﺪﻴﺚ ﺒﻌﺪ ﺍﷲ ﻮﺍﻴﺎﺗﻪ ﻴﺆﻤﻨﻮﻦ
Menurut mereka arti ayat tersebut adalah “Maka kepada hadits yang manakah selain firman Allah dan ayat-ayatnya mereka mau percaya”.
Selain kedua ayat diatas, mereka juga beralasan bahwa yang disampaikan Rasul kepada  umat manusia hanyalah al-Qur’an dan jika Rasul berani membuat hadits selain dari ayat-ayat al-Qur’an akan dicabut oleh Allah urat lehernya sampai putus dan ditarik jamulnya, jamul pendusta dan yang durhaka. Bagi mereka Nabi Muhammad tidak berhak untuk menerangkan ayat-ayat al-Qur’an, Nabi Hanya bertugas menyampaikan.
C.     Argumen-argumen Para Pengingkar Sunnah
v  Argumen kelompok yang menolak Sunnah secara totalitas
Banyak alasan yang dikemukakan oleh kelompok ini untuk mendukung pendiriannya, baik dengan mengutip ayat-ayat al-Qur’an ataupun alasan-alasan yang berdasarkan rasio. Diantara ayat-ayat al-Qur’an  yang digunakan mereka sebagai alasan menolak sunnah secara total adalah surat an-Nahl ayat 89 :
ﻮﻨﺰﻠﻨﺎ ﻋﻠﻳﻚ ﺍﻠﮑﺘﺎﺏ ﺘﺑﻴﺎﻨﺎ ﻠﮑﻞ ﺸﺊ
“Dan kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu….”
Kemudian surat al-An’am ayat 38 yang berbunyi:
...ﻤﺎﻓﺮﻄﻨﺎ ﻔﻰ ﺍﻠﺘﺎﺐ ﻤﻦ ﺷﺊ....
“…Tidaklah kami alpakan sesuatu pun dalam al-Kitab…”
Menurut mereka kepada ayat tersebut menunjukkan bahwa al-Qur’an telah mencakup segala sesuatu yang berkenaan dengan ketentuan agama, tanpa perlu penjelasan dari al-Sunnah. Bagi mereka perintah shalat lima waktu telah tertera dalam al-Qur’an, misalnya surat al-Baqarah ayat 238, surat Hud ayat 114, al-Isyra’ ayat 78 dan lain-lain.
Adapun alasan lain adalah bahwa al-Qur’an diturunkan dengan berbahasa Arab yang baik dan tentunya al-Qur’an tersebut akan dapat dipahami dengan baik pula.
v  Argumen kelompok yang menolak hadits Ahad dan hanya menerima hadits Mutawatir.
Untuk menguatkan pendapatnya, mereka menggunakan beberapa ayat al-Qur’an sebagai dalil yaitu, surat Yunus ayat 36:
v  ﻮﺍﻦ ﺍﻠﻈﻦ ﻻﻴﻐﻨﻰ ﻤﻦ ﺍﻠﺤﻖ ﺸﻴﺌﺎ
“…Sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran”.
Berdasarkan ayat di atas, mereka berpendapat bahwa hadits Ahad tidak dapat dijadikan hujjah atau pegangan dalam urusan agama. Menurut kelompok ini, urusan agama harus didasarkan pada dalil yang qath’I yang diyakini dan disepakati bersama kebenarannya. Oleh karena itu hanya al-Qur’an dan hadits mutawatir saja yang dapat dijadikan sebagi hujjah atau sumber ajaran Islam.
D.    Lemahnya Argumen Para Pengingkar Sunnah
Ternyata argumen yang dijadikan sebagai dasar pijakan bagi para pengingkar sunnah memiliki banyak kelemahan, misalnya :
  1. Pada umumnya pemahaman ayat tersebut diselewengkan maksudnya sesuai dengan kepentingan mereka. Surat an-Nahl ayat 89 yang merupakan salah satu landasan bagi kelompok ingkar sunnah untuk menolak sunnah secara keseluruhan. Menurut al-Syafi’I ayat tersebut menjelaskan adanya kewajiban tertentu yang sifatnya global, seperti dalam kewajiban shalat, dalam hal ini fungsi hadits adalah menerangkan secara tehnis tata cara pelaksanaannya. Dengan demikian surat an-Nahl sama sekali tidak menolak hadits sebagai salah satu sumber ajaran. Bahkan ayat tersebut menekankan pentingnya hadits.
  2. Surat Yunus ayat 36 yang dijadikan sebagai dalil mereka menolak hadits ahad sebagai hujjan dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah zhanni adalah tentang keyakinan yang menyekutukan Tuhan. Keyakinan itu berdasarkan khayalan belaka dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. Keyakinan yang dinyatakan sebagai zhanni pada ayat tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dan tidak da kesamaannya dengan tingkat kebenaran hasil penelitian kualitas hadits. Keshahihan hadits ahad bukan didasarkan pada khayalan melainkan didasarkan pada metodologi yang dapat dipertanggung jawabkan
BAB III
PENUTUP
Ingkar sunnah terdiri dari dua kata yaitu Ingkar dan Sunnah. Ingkar, Menurut bahasa, artinya “menolak atau mengingkari”, berasal darikata kerja, ankara-yunkiru. Sedangkan Sunnah, menurut bahasa mempunyai beberapa arti diantaranya adalah, “jalan yang dijalani, terpuji atau tidak,” suatu tradisi yang sudah dibiasakan dinamai sunnah, meskipun tidak baik. Secara definitif Ingkar al-Sunnah dapat diartikan sebagai suatu nama atau aliran atau suatu paham keagamaan dalam masyarakat Islam yang menolak atau mengingkari Sunnah untuk dijadikan sebagai sumber dasar syari’at Islam.
Kata “Ingkar Sunnah” dimaksudkan untuk menunjukkan gerakan atau paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadits atau sunnah sebagai sumber kedua hukum Islam.
Pertanda munculnya “Ingkar Sunnah” sudah ada sejak masa sahabat, ketika Imran bin Hushain (w. 52 H) sedang mengajarkan hadits, seseorang menyela untuk tidak perlu mengajarkannya, tetapi cukup dengan mengerjakan al-Qur’an saja.
Mereka itu oleh as-safi’I dibagi menjadi tiga golongan, yakni: (1) golongan yang menolak seluruh sunnah, (2) golongan yang menolak sunnah, kecuali bila sunnah itu memiliki kesamaan dengan petunjuk Al- Qur’an, (3) golongan yang menolak sunnah yang bersetatus ahad. Golongan yang disebut terakhir hanya menerima sunnah yang bersetatus mutawatir.
Refrensi
Ø  Djamaluddin, Amin, Bahaya Ingkar Sunnah, Jakarta: Ma’had ad-Dirasati al-Islamiyah, 1986.
Ø  Ismail, Syuhudi, Pengantar Ilmu Hadits, Bandung: Angkasa, 1991.
Ø  Ismail, Syuhudi, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan pemalsunya, Jakarta: Gema Insani Press.
Ø  Siba’I, Mustafa, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, diterjemahkan oleh Nurcholis Majid, Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1993.
Ø  Sulaiman, Noor, Antologi Ilmu Hadits, Cet. I, Pnerbit. Gaung Persada Press, Jakarta, 2008.
Ø  Suyitno, Studi Ilmu-Ilmu Hadits, Cet. I, IAIN Raden Fatah Press, Palembang, 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar